Sabtu, 06 November 2010

PEREMPUAN DIANTARA GERIMIS


Selama ini tanpa kita sadari, banyak        sekali yang Tuhan telah lakukan dalam kehidupan kita. Melalui kasihnya yang luar biasa Dia selalu menuntun kita melewati kesulitan hidup ini. Namun kadang kita kurang menghargai pengorbananNya. Kita  seolah lupa dengan apa yang terjadi dan bagaimana Allah telah mengubah hidup kita menjadi luar biasa lewat keajaiban-keajaiban kecil yang jarang sekali kita sadari telah terjadi dalam hidup kita.
Dia memberi kita kehidupan, Dia menyediakan semua yang kita butuhkan. Harusnya kita selalu bersyukur dan belajar banyak hal dari sisi kehidupan orang lain juga, ketika kita mulai mengeluh. Karena sebenarnya begitu banyak  orang-orang yang lebih menderita dibandingkan dengan kita. Banyak orang orang terluka yang lebih menderita disekitar kita. Aku ingin kau tahu Teman, Tuhan menciptakan kita bukan tanpa rencana. Dia selalu memiliki rencana yang luar biasa terhadap semua yang telah diciptakanNya.
Suatu kali sepulang dari ibadah gereja,  aku melihat seorang perempuan  yang cacat kakinya sedang berjalan tertatih-tatih diantara hujan gerimis. Kakinya mengecil pada betis nya, sehingga ia memerlukan tongkat penopang untuk  berjalan. Malam yang dingin  itu aku  pulang bersama temanku, Alisa dengan mengendarai sebuah mobil. Keadaan dijalan memang benar-benar tidak begitu baik, selain udaranya begitu dingin, gerimispun seolah tidak mau bersahabat dengan malam. Perempuan itu sepertinya sama sekali tak menghiraukan gerimis yang mulai membasahi tubuhnya. Ia berjalan sendiri tertatih tatih sambil membawa tasnya. Ada kelebat sedih yang tiba tiba menghampiri hatiku saat melihatnya. Bukan hanya aku, mungkin kau juga akan merasakan perasaan yang sama saat melihatnya Teman! Sebuah pemandangan yang mengharukan hati.
Sang penguasa bumi itu sepertinya sengaja membuat skenario yang memiliki mata rantai malam itu. Sangat kompak dengan apa yang diajarkan oleh Bapak pendetaku di gereja. Firman Tuhan sekaligus satu paket dengan apa yang harus aku praktekan. Firman Tuhan hari itu mengingatkan kita untuk selalu melihat keadaan saudara-saudara seiman kita yang kurang  beruntung dan kita  belajar memberkati kehidupan mereka lewat hidup kita. Ketika aku melihat  wanita yang cacat kakinya itu, aku langsung berpikir  “ Pas banget sih sama firman Tuhan hari ini!”  Aku menengok kearah Alisa sambil tersenyum                      “ Hari ini Tuhan memberikan kita teori plus dengan prakteknya Lis!  Kita harus menolongnya,  tapi bukan karena firman Tuhan hari ini khan?” kataku kemudian. “ Ya nggaklah, kita memang harus menolongnya” jawab Alisa.  Aku menghentikan mobil yang sedang aku kendarai disamping perempuan itu perlahan. Aku turun dan menawarinya tumpangan. Ia memandangku penuh tanya. Aku tersenyum, sekali lagi kuulangi niatku. ”Maaf Kak, mau ikutan yuk! Aku bisa mengantarkan Kakak sampai tujuan”.   Agak terkejut juga ia menolak tawaranku. Tapi setelah aku meyakinkannya, akhirnya ia setuju untuk kami antarkan pulang.
Dengan bersusah payah aku dan Alisa berusaha membantunya naik kedalam mobil, karena memang kakinya sudah cacat kedua-duanya. Ia berjalan menggunakan alat penyangga dikedua kakinya, dengan menggunakan bantuan tangannya ia berjalan. Setelah berhasil masuk kedalam mobil, Alisa mulai menginterograsinya seperti layaknya seorang polisi. ”
 ” Namaku Alisa, siapa nama Kakak?”
Kami memanggilnya Kakak, karena memang ia terlihat lebih tua dari kami berdua. 
” Heni” Jawabnya lirih
”Kakak tinggal dimana?”
”Nggak usah panggil kakak lah, panggil aja Heni!” rupanya ia tak mau dipanggil kakak. Diam diam aku tersenyum sendiri sambil memperhatikan lalu lintas didepan. Hm........ tak semua orang bisa menerima kenyataan bahwa dirinya memang telah dimakan usia. Alisapun langsung setuju meralat kalimatnya.
”Jadi Heni tinggal dimana?”
”Aku ikut kalian aja, asal searah dengan kalian, aku akan turun”. Begitulah jawabnya.
”Bukan begitu Hen, kita mau mengantarkanmu pulang sampai rumahmu”.
”Nggak usah! Aku turun didepan pasar kopro aja”. Pintanya
Pasar kopro itu adalah pasar yang ada di daerah Tanjung Duren Jakarta Barat.
”Ini masih hujan  Hen! Nanti kamu bisa sakit”. Alisa berusaha untuk membujuknya.
”Aku sudah biasa kok!” Ia menjawab tanpa peduli dengan bujukan Alisa.
”Kita nggak papa kok Hen antar kamu pulang sampai rumah!” Sahutku, menambahkan bujukan Alisa. Perempuan bernama Heni itu diam tak menjawab, tapi juga tidak  menolak niatku mengantarkan pulang. Tiba tiba ia mengatakan sebuah kalimat yang cukup mengejutkanku dan Alisa.
 ”Alangkah bahagianya hidup seperti kalian ya?”
”Apa kita terlihat seperti itu Hen?” Alisa menjawab pertanyaan Heni dengan heran.
”Tentu saja! Punya keluarga, punya kehidupan yang menyenangkan”. Heni kembali berbicara tanpa menoleh ke arah Alisa. Seolah ia memang sedang bicara pada dirinya sendiri.
”Kau juga pasti punya orang tua khan?”  Alisa  balik bertanya.
”Aku tidak punya orang tua, mereka sudah meninggal sejak aku masih kecil”. Kali ini ia menjawab sambil memandang Alisa. Aku terkejut mendengar jawaban Heni. Kemudian hampir bersamaan aku dan Alisapun bertanya, sampai perempuan bernama Heni itupun seperti bingung melihat kami yang begitu antusias.  ” Lalu kau tinggal dengan siapa?”
”Aku tinggal sendiri ditempat kos, aku sebatang kara”. Jawabnya lirih.  Sebuah jawaban yang cukup menyentuh hatiku juga hati Alisa. Ia tinggal sendiri dan tak bersama dengan siapa siapa. Kedua orang tuanya telah meninggal.  Entah bagaimana, mungkin  ia sudah merasa nyaman dengan obrolan kita, ia menceritakan seluruh kehidupannya, ia merasa Tuhan itu tidak adil, kenapa ia yang cacat, kedua orang tuanyapun secepat itu meninggal. ” Kadang aku berpikir, untuk apa Tuhan menciptakan aku?”. Ia mengakhiri ceritanya.  Aku dan Alisa mendengarkan cerita Heni dengan  perasaan yang campur aduk. Tak menyangka akan dipertemukan dengan Heni dalam situasi seperti itu.  Aku mulai merenungkan cerita Heni sambil tetap mengarahkan pandanganku pada lalu lintas didepan. Aku pikir “ kasihan juga, kenapa ada kehidupan seperti ini ya?”. Tiba tiba sekeranjang kesedihan menghampiriku. Alangkah sempurnanya hidup yang kumiliki. Punya keluarga yang bahagia. Tubuh yang sempurna tanpa cacat. Pekerjaan yang mapan. Sama sekali tak ada yang kurang dari hidupku, bila  dibandingkan dengan kehidupan Heni perempuan yang menumpang dimobilku itu. Aku dan Alisa masih bungkam setelah mendengarkan kisah perempuan   bernama Heni itu. Sejenak kemudian Alisapun menasehatinya         “ Tuhan pasti punya maksud buat hidupmu, Tuhan sangat adil kok, hidupmu pasti akan luar biasa, kalau  kau tetap berpegang pada janji Tuhan”  ”Iya Hen, kita harus selalu bersyukur dalam setiap keadaan yang Tuhan lewatkan dalam kehidupan kita”. Aku turut menambahkan nasehat Alisa untuk memberinya kekuatan. Padahal dalam hati akupun juga berpikir  “ Dimana letak keadilan Tuhan kalau begini ya?”. Untuk mempertahankan hidupnya, ia menjual beberapa macam merk kosmetik dari teman yang satu keteman yang lain. Hanya itu pekerjaannya, selebihnya ia  mendapatkan belas kasian dari orang orang yang ada disekitarnya. Begitulah sedikit cerita yang Heni sampaikan kepada kami.  Sebenarnya masih banyak yang ingin aku tahu dari kehidupan Heni. Namun perjalanan telah sampai pada tujuan. Akhirnya kita sampai pada sebuah rumah kos yang tak mewah. Sebuah jalan sempit dibelakang pasar kopro.
Dalam perjalanan pulang setelah itu, aku mulai membahas kejadian yang baru aku lihat dan alami itu  dengan Alisa.               “ Kita masih jauh lebih bersyukur dibandingkan Heni ya?” kata ku membuka pembicaraan dengan Alisa.  “ Jadi malam ini kamu bisa ambil sesuatu pelajaran lewat hidupnya?” Sahut Alisa.                  “ Yach begitulah, kadang kita tidak menyadari keberuntungan kita, padahal masih banyak orang-orang yang lebih menderita dari kita!” Jawabku, yang lebih aku tujukan pada diriku sendiri. ”Kau pikir nggak Lis, bagaimana kalau ia sakit? Siapa yang akan merawatnya?”                                                                                       ”Iya ya.... kadang apa yang Tuhan kerjakan itu benar benar tidak bisa kita terima secara logika, tapi begitulah Tuhan, selalu punya cara yang unik terhadap semua ciptaannya”. Alisa menimpali omonganku. Kami berdua pulang dengan hati yang masih penuh tanya terhadap semua keajaiban yang Tuhan kerjakan dibumi ini.
Setelah pulang, aku mencoba merenungkan kejadian yang baru aku alami itu. Hatiku benar-benar tersentuh melihat perempuan cacat bernama Heni. Aku sangat bersyukur Tuhan mempertemukanku dengannya. Aku lebih bisa memahami keadaan hidupku. Aku dapat belajar sesuatu tentang bagaimana setiap orang itu diberi potensi oleh Tuhan untuk memberkati orang lain lewat kehidupannya.
Mungkin menurut Heni, perempuan  yang cacat kakinya tersebut,  Tuhan itu tidak adil dengan kehidupannya. Tapi justru Tuhan memakai kekurangannya untuk menyentuh dan memberkati orang lain.  Tanpa sadar sebenarnya Tuhan telah memakai hidupnya untuk menyadarkan orang-orang yang kurang bisa mensyukuri kehidupannya. Sejak kejadian itu, aku belajar lebih lagi untuk bersyukur terhadap hal-hal terkecil sekalipun yang sudah Tuhan lewatkan dalam hidupku. Kalau orang yang cacat aja bisa menyentuh kehidupan orang lain, kenapa kita yang Tuhan beri kesempurnaan, tidak bisa melakukan hal yang lebih dari itu?.
Begitu banyak yang membuat kita selalu merasa tidak puas dalam hidup ini. Namun ketika kita tahu ”The meaning of life ”  (Arti hidup ini), kita pasti tak akan pernah bertanya lagi ”Untuk apa Tuhan menciptakan aku,  kalau hidupku seperti ini?” Hidup adalah sebuah hadiah dari Tuhan Teman!. Jadi mau          kita apakan hadiah dari Tuhan itu? Kaulah yang harus memperjuangkan sendiri hidupmu.

Jakarta,  Februari 2006. Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar