Sabtu, 06 November 2010

PAPA, SAHABATKU YANG HILANG


 Suasana mencekam menyelimuti hatiku, ketika aku mendengar telepon yang mengatakan “cepat pulang, papamu sakit dan ingin bertemu denganmu”. Telepon itu berbunyi sekitar pukul  23.30 WIB, siapapun orangnya,  pasti langsung memikirkan sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.  Aku terduduk lemas, nafasku sesak, hatiku sakit sekali, saat itu aku langsung berpikir, papa pasti telah meninggalkanku. Aku masih berharap telepon itu tidak ditujukan untuk ku. Tapi TIDAK !! karena masih ada telepon susulan yang bernada sama dan itu untukku. Akhirnya keresahanku terbukti, ketika aku pulang, papa memang telah meninggalkanku untuk selamanya.  Semua  terasa gelap, hilang sudah kekuatanku.  Dalam kesesakkan itu aku bahkan sempat berteriak “Tuhan kenapa harus papaku?”
            Saat terakhir bertemu adalah ketika pertunangan adik sepupu ku  “Vino” di Jember. Aku bahkan tidak sempat memeluknya. Saat itu papa kelihatan bersemangat sekali. Waktu itu yang kuingat dari pembicaraan kami hanyalah “Papa sehat  terus lo sekarang, sudah jarang sakit” Begitulah kata katanya, yang selalu tak ingin membuatku kuatir. Aku tak mengira itu adalah pertemuanku yang terakhir dengan papa . Selama ini papa memang menderita penyakit diabetes, tapi karena papa sangat rajin merawat tubuhnya dengan obat-obatan, jadi penyakitnya tidak bertambah parah. Tentu saja semua berkat Tuhanlah yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan buat papa selama ini.
            Papa telah meninggal. Tanpa ucap perpisahan, tanpa firasat apapun juga. Sakit yang dideritanya tidak dalam keadaan kambuh. Semua begitu tiba tiba ketika aku harus mengantarkan papa pada kesudahan yang abadi. Papa pergi begitu saja meninggalkan semua yang fana didunia ini. Duniaku tiba tiba terasa gelap tanpa papa. Aku seperti orang buta yang berjalan bertatih tatih meneruskan hidup ini. Setelah papa meninggal, aku bingung dan berjalan dengan arah yang tak menentu, seolah jalan yang aku lalui tak pernah berujung.    Aku tidak pernah tahu lagi, apakah malam akan berganti siang dan sebaliknya. Bagiku semua sama, hari akan berubah menjadi apa, tak akan berpengaruh lagi dengan hidupku.  Yang ada hanya aku yang tertunduk meratapi kesunyian semenjak papa sudah tak ada disisiku lagi. Aku sama sekali belum siap menerima kepergian papa, baik jiwa maupun ragaku.
            Beberapa hari sebelum papa menghadap kepada Sang Pencipta, ia masih sempat berbicara denganku. Seperti biasa, ketika papa menghubungi aku, ia selalu menyelipkan sebuah pertanyaan “ Apakah hidupku baik baik saja?” kemudian ia akan menambahkan dengan kata kata “ Jangan pernah kuatir dengan keadaan papa Nin! Disini  papa selalu berdoa buat kamu”. Meskipun kata kata itu berulang kali diucapkan oleh papa setiap kali aku menelponnya, namun bagiku kata kata papa bagaikan air yang mengalir sejuk membasahi kegersangan hatiku. Setelah menelpon papa, aku selalu merasa tenang. Papa adalah ketegaranku. Kami memang hidup terpisah. Setelah lulus masa SMAku, aku terpaksa meninggalkan papa untuk kuliah di  Surabaya. sejak itu aku selalu rajin menelpon papa untuk sekedar menanyakan keadaannya atau sebaliknya papalah yang akan menelponku.                       
            Papa telah meninggal. Ada banyak kenangan yang tak pernah aku lepas dalam hidupku, kenangan tentang masa kecil yang indah, kenangan tentang hari hari bersama papa. Aku masih ingat ketika papa mengajari aku mengendarai sepeda motor. Usiaku baru 11 tahun saat itu. Papa begitu sabar serta penuh dengan kasih sayang  mengajariku.  Aku begitu bangga sekali, seolah hanya aku yang memiliki papa sebaik itu. Aku masih bisa merasakan pelukakannya saat menggendongku, rasanya nyaman sekali.
 Papa selalu menggendongku dibelakang punggungnya, sehingga aku harus memeluk lehernya supaya tidak terjatuh. Sampai sekarang aku masih bisa merasakan punggungnya, saat mengingat kenangan itu. Papa memang bukan siapa siapa bagi semua orang. Tapi bagiku  ia adalah pahlawan. Pahlawan yang telah menyelamatkan gadis kecilnya dari bencana banjir yang menghalau kampung kami semasa aku masih berusia 6 tahunan. Saat  itu aku pernah tenggelam tersapu oleh banjir  yang tiba tiba datang. Meski samar  sekali aku bisa mengingat kejadian itu. Tapi aku tetap menganggap ayahlah pahlawanku saat itu dan sampai kapanpun juga.             
            Papa adalah Laki-laki dengan ketekunan yang mengagumkan. Ia bekerja keras untuk menghidupi kami sekeluarga.  Belum pernah kulihat papa mengeluh sedikitpun saat merasa lelah. Senyumnya selalu menampakkan ia seorang  pekerja keras. Setiap pagi papa selalu menyempatkan diri untuk sekedar bersarapan denganku. Kulihat matanya tak henti hentinya menatapku saat kami sedang sarapan berdua. Dari ekor matanya , aku tahu papa selalu bangga memilikiku. Ritual yang hampir setiap pagi mewarnai hari hariku bersama papa itu akhirnya hanya tinggal kenangan saja.
            Selain Tuhan yang memberiku kehidupan. Dibumi ini, papa adalah segalanya bagiku, selama bahagia itu mewarnai hidupku, ialah  yang selalu menerakan jejaknya dalam setiap lembar ceritaku. Dan aku sangat menyesal dengan apa yang telah terjadi, aku menyesal belum sempat melakukan apapun juga buat papa. Kalau saja aku bisa bercakap-cakap sekali saja,                    yach ………sekali saja. Karena begitu banyak cerita serta ungkapan terima kasih yang ingin aku ucapkan buat semua yang telah papa lakukan dalam hidupku.  Papa  akan selalu mendapatkan tempat terindah dalam hati, hidup,dan jiwa ku selama lamanya.  Selama ini papa adalah alasanku kenapa aku harus menangis, papa adalah alasanku kenapa aku harus marah, kenapa aku harus tersenyum, kenapa aku harus sedih, kenapa aku harus bahagia., dan papa adalah semua alasan untuk apa aku harus hidup.
            Segunung rasa bersalah seakan masih membebani pundakku, aku merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang baik bagi papa sepanjang hidupnya. Jagoan masa kecilku itu telah pergi meninggalkan kesan mendalam dalam hidupku. Kehilanganku akan sosok papa membuatku lupa kalau sebenarnya papa adalah milik Tuhan, jadi Tuhanlah yang   berhak mengatur semua perjalanan hidup papa. Tak ada satupun manusia yang berhak atas kehidupannya kecuali Tuhan. Hanya kasih,  pengalaman, kenangan dan pelajaran – pelajaran berharga yang papa  berikan itulah yang  akan menjadi milikku selamanya.
            Papa telah meninggal. Dan aku telah mampu menerima kenyataan dengan hati yang besar. Aku percaya papa  akan merasa tenang tanpa tangis yang kuberikan. Aku hanya mampu  berharap bahwa papa  sudah cukup merasakan kebahagiaan hidup didunia ini. Aku telah melewati hari-hari yang melelahkan tanpa papa. Sepuluh tahun sudah semua berlalu tanpa papa dan aku telah terbiasa. Namun ditengah duka cita itu, aku sadar bahwa aku memiliki kenangan yang tak pernah dimiliki orang lain, yaitu kenangan yang berharga terhadap seorang papa.
            Aku mendapat penghiburan yang mengatakan  bahwa perpisahan dengan papa yang tercinta itu hanyalah sementara dan aku akan bersamanya lagi untuk selamanya kelak. Namun selama masih hidup, hatiku selalu menangis setiap kali aku mengingat papa.   Tetapi kemuliaan dan Anugerah Allah yang indah itu akan diberikan kepada orang-orang yang hancur hatinya seperti aku. Itulah sumber penghiburanku. 


Aku mencintaimu Papa………..
Aku akan terus merindukanmu
Bumi serasa sunyi tanpamu
Diri inipun hampa kehilanganmu

Papa ……tanpamu aku merasa lelah
Menapak jalan yang kian terasa panjang
Setiap saat detak nafasku meronta rindu
Kemana rindu ini harus beralamat Papa?

Mungkin waktu memang belum akrab denganku Papa
Hingga kuingin menggugat kepergianmu
Ijinkan aku mengatakannya padamu Papa
“ Aku sangat berterima kasih”
Kau sudah membuatku mewarnai dunia ini

Sekali lagi aku katakan......dari hatiku terdalam
Aku mengasihimu papa ………..
Aku akan terus merindukanmu
Allah pasti punya rencana buatmu
DIA telah memberimu tempat yang terbaik
DIA sangat menyayangimu
Allah sangat merindukanmu
Suatu hari kelak kita akan bertemu
Aku pasti ……….. akan pulang juga
Di Surga, di rumah baru kita

I MISS YOU SO MUCH DAD ……………
Tulungagung, 28 Oktober 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar