Jumat, 05 November 2010

KAU BERHARGA


Apa yang sebenarnya kau inginkan  teman?  Mengapa rasa takut itu selalu menjadi milikmu sekarang? Berhari-hari sebelum hari kemarin engkau masih bisa berkata tidak pada siapa pun. Semua yang kauanggap benar adalah sungguh benar. Orang-orang memanjakanmu dengan larangannya dan engkau mampu menghindar. Kau bantah semua perkataan yang tak baik bagi kegelisahanmu. Namun sekarang engkau pun sendiri. Engkau melakukan apa pun yang kau inginkan. Kau tak pernah peduli lagi dengan manusia yang lain. Egois itu telah membelenggumu kini. Apa hanya karena masalah hidup yang kemarin sedikit mengoyak kebahagiaanmu? Apa yang sudah kau buat dengan hidupmu teman? Hanya sebuah peristiwa kecil ……… peristiwa kecil teman! Mengapa itu membuatmu terpuruk dan menarik diri dari kehidupanmu yang sesungguhnya?
            Lalu kau hidup dalam kebebasanmu. Tinggal di sebuah kamar, di sebuah rumah, di sebuah kota. Hari harimu  seperti sebuah lukisan yang tersablon nyata dan mudah ditebak. Kau terombang ambing dalam  kekuatiran, kebimbangan serta ketakutan. Kau menjalani apapun yang kau mau lakukan. Untuk mengatasi keresahanmu kau  mendengarkan lagu lagu kesukaanmu,  yang semua liriknya menggambarkan kepalsuan dunia. Lagu-lagu dari penyanyi serta band band baru yang kau sukai. Dikamarmu ada bertumpuk tumpuk buku serta majalah yang tak tersusun dengan rapi. Seperti keadaan hatimu saat ini yang begitu berserakan  tak pernah tentram. Kau sudah begitu hafal dengan semua isi majalah majalah itu. Hanya dengan memandang sampul depannya saja, kau mampu menyerap isinya.                       Kau menonton begitu banyak  kaset DVD yang berisikan drama drama romantis kacangan,  yang kau pikir kau akan bisa meniru salah satu tokoh pemeran utama  yang kau sukai.
            Lantas kau duduk didepan cermin.  Kau bertanya pada cermin yang menampakkan gambarmu. Seolah kau bicara pada dirimu sendiri. “Apa maumu? Tak cukupkah kau buat aku tersiksa dalam ketidak tentraman? Aku ingin damai! Aku ingin ketenangan!” Begitulah kira kira pernyataan hatimu itu.  Kau pandangi bayangan dirimu berulang ulang sambil kau coba menghisap rokok. Kau pikir asap rokok itu akan masuk mengisi kekosongan ruang hatimu dan kau akan merasa tenang, karena kehampaan hatimu terisi sudah.
            Ini adalah hari minggu, hari yang telah dinobatkan Sang Kuasa menjadi Sabat. Namun kau tak melakukan apa-apa tapi tetap mematung menatap cermin. Kau kencangkan suara tape karena kau tak ingin nyanyian nyanyian gereja  itu akan membuatmu terganggu. Jika melintas bayangan penghuni rumah yang lain di jendela kamarmu engkau  akan berpura pura sedang membaca buku rohani. Hmm…..Kemunafikan itu telah secara nyata menguasaimu. Belum lagi kebohongan kebohongan kecil yang kau buat untuk menutupi topengmu. Jika ada yang bertanya “Kau sudah ke gereja hari ini?” Maka kau akan menjawab berdasarkan situasi alam. Kalau pertanyaan itu pagi hari, maka kau akan menjawab “Aku ibadah siang saja!” Begitupun sebaliknya.  Kalau siang hari kau akan menjawab “ Aku sudah ibadah tadi pagi!” Sungguh…….itu dusta murahan yang telah kau buat untuk  menjadi  bahan olok olok didalam dirimu sendiri. Kau mengeluh tanpa ujung dalam hidupmu. Tak  pernahkah rasa puas itu menghampirimu teman?
            Bila sore menjelang datang, kau akan segera mandi, berdandan rapi dan kau sudah memiliki acara untuk pergi.         Kau kunjungi tempat-tempat yang kau kenal. Menonton film dengan judul apa saja. Melihat orang-orang berlatih apa saja.  Duduk-duduk di kafe bersama beberapa kenalan sampai pada giliran makan. Jika kau kecewa dengan mereka, kau akan pergi ke tempat yang tak dikunjungi kawan-kawanmu. Menyendiri ditaman kota sambil membawa buku bacaan atau ke toko toko buku untuk membaca  buku gratisan.
            Engkau akan pulang larut malam.  Kadang langkahmu gontai, karena minuman keras telah sedikit merusak kesadaranmu. Lalu saat kau lewati gang gang disekitar rumahmu, kau akan mendapatkan kasak kusuk tetangga yang sedang membicarakanmu. Namun telingamu nyatanya telah kebal rasa terhadap gunjingan tetanggamu.  Kalau pulang lebih awal kau akan mendengarkan lagu-lagu kesukaanmu lagi sambil menunggu malam menjadi larut. Meski pulang lebih awal dari pada biasanya, nyatanya kau tak bisa segera tertidur. Kau cari cari kesibukan yang membuatmu menjadi lelah dan tertidur. Namun kau tak bisa.
            Kemudian kau memegangi handphone, mengetik beberapa pesan, memilih nama-nama serta nomornya dan lebih sering tak jadi mengirimkannya pada siapa pun. Saat putus asa atas pesan-pesan itu, kau menyimpan nomormu sendiri dengan nama "God" dan mengirimkan pesan-pesan itu ke nomormu sendiri. Seolah nama “God” itu yang telah mengirimkan pesan padamu. Sekejap saja pesan-pesan itu tiba di handphone-mu dan kau membukanya dengan dada berdebar: “ Tuhan sedang mencoba mendekatimu! Atau Tuhan begitu sayang padamu!” Kalimat kalimat seperti itulah yang sengaja kau buat untuk mengelabui hatimu. Setelah bermain-main dengan pesan-pesan konyol itu engkau pun tertidur dengan sedikit paksaan fisik. Bila tak tertidur juga, maka kau akan menonton DVD lagi,  meski sudah berulang kali film itu kau lihat, namun kau tetap mengulangnya  atau terkadang mengulang-ulang adegan  yang kau sukai.  Kau mulai lelap saat subuh datang dan berakibat bangun siang pada keesokan harinya.
            Begitulah engkau menikmati hari harimu yang penuh dengan kegelisahan. Tetapi mulai hari kemarin engkau mulai terganggu dengan hidupmu sendiri. Engkau begitu resah saat melihat orang orang yang ada disekitarmu yang bukan kawanmu menata masa depan yang lebih terang meski tak cemerlang. Jantungmu berdegup tidak normal mendengar mereka tertawa  bersuka cita di mana saja. Lalu  kau mulai membenci dirimu sendiri. Engkau ingin merasa bahwa engkau memang bukan bagian dari mereka. Engkau ingin meyakinkan bahwa engkau telah jauh lebih lama hidup dan mengalami segala jenis kesepian dan masalah. Engkau ingin orang-orang melihatmu sebagai orang yang angkuh saja.  Agar mereka segan dan tak kasihan.             Tetapi tidak bisa. Mereka semua tahu kau menjalani hidupmu dengan kacau dan kau telah terbuang dari kumpulan mereka. Kau tak bekerja dan tak sekolah. Kau hidup sendiri dan tak bersama keluarga. Maka sebagian dari mereka akan  memandangmu kasihan. Sementara orang-orang yang sadar bahwa  kaulah yang telah mengacaukan hidupmu sendiri, mulai mengacuhkanmu. Kau merasa dunia telah menertawakanmu.
            Tak cukup pula semua keresahan itu, lalu engkau mulai mencari-cari perhatian dengan memproklamirkan bahwa dirimu hidup sendirian dengan maksud agar mereka tahu bahwa dirimu sukses tanpa siapa pun. Namun itu juga tak berhasil. Dunia telah tahu kehidupan macam apa yang kau miliki. Duniapun sangat tahu bahwa kau hanya berpura pura menjadi bahagia.  Dan tiba tiba dalam puncak kegalauanmu, kau teringat akan Penciptamu. Tiba-tiba engkau merasa takut kalau suatu hari saat kau bertemu denganNya, Dia akan mempertanyakan kehidupanmu.                        “ Apa yang telah kau lakukan dalam hidupmu selama ini?”         Kau takut  Dia akan menuntutmu dan kau akan dijemput  pulang sebelum engkau punya bekal kebaikkan yang cukup. Sebenarnya kau sangat tahu bahwa kehidupanmu selama ini salah. Namun kau selalu mengelak.  Kemanakah engkau akan pergi menjauhiNya teman?  Meskipun kau pergi mendaki langit yang tinggi ataupun terbang ke ujung bumi sekalipun, namun Dia selalu ada , dimanapun kau berada.
            Maka ketika jiwamu tak sanggup lagi bertahan dan lelah, akhirnya kau akan  datang dan menyerah  kepada Dia, yang telah  mengenalmu sejak dalam kandungan ibumu. Dia yang pernah kau anggap telah menyelamatkan hidupmu. Yang memberimu suka cita dan damai ketika usiamu masih belia. Yang telah kau lupakan ketika kau beranjak dewasa, hanya karena sebuah masalah yang sepele dalam hidupmu. Yang sebenarnya  tak pernah meninggalkanmu sedetikpun. Yang selalu mengasihimu sebagai  anakNya. Maka ketika engkau memintanya menjagamu kembali, Dia pasti bahagia kau telah mengingatNya sekarang.  Dia akan membawamu ke air yang tenang, Dia akan menyegarkan jiwamu yang letih. Dia akan membaringkanmu dirumput yang hijau. Sampai kau tak memiliki alasan lagi  untuk  tidak menerimaNya.
            Kau telah sadar sekarang. Kau mengatakan dirimu takut menjadi sia-sia. Takut menjadi bukan siapa-siapa yang tak melakukan apa-apa bagi siapa-siapa. Kau takut menjadi anak yang terhilang.  Hari ini kau bertemu dengan Dia. Air matamu bercucuran, tak sanggup kau lihat wajahNya yang mulia itu.  Kau merasa tak layak berhadapan denganNya. Padahal Dia yang terus menunggumu, tanpa batas yang pasti. Tak ada yang Dia inginkan, kecuali memiliki hidupmu. Dia yang telah membuatmu lebih berharga dari apapun dibumi ini.
            Sekarang kau merasa berharga dalam hidupmu, setelah kemarin kau merasa bukan siapa siapa yang tak mampu melakukan apa apa. Kau beruntung teman! Kau belum terlambat untuk datang kepadaNya.

Jakarta 16 Desember 2009




Tidak ada komentar:

Posting Komentar