Sabtu, 06 November 2010

P E R T E M U A N


Sizzler restoran Amerika  adalah tempat favoritku ketika aku menyembunyikan diri sekaligus mencari inspirasi untuk tulisan tulisanku. Di sanalah aku sering berpaling dari kerasnya kehidupan Jakarta ini. Sebuah restoran di pojok Mall artha gading  yang aku suka.  Aku senang berada di sana. Menurutku menunya tak terlalu istimewa, hanya aneka macam steak, salad, ice cream dan beberapa makanan kecil lainnya. Tapi suasananya membuat aku merasa nyaman untuk  duduk berlama lama sekedar menikmati hari hariku. Kukeluarkan laptop dan setelah nyala, aku  mulai mengetik. " Ibu aku merindukanmu. “ 
            Aku mengambil aneka salad yang tersaji dipojokkan restoran. Beberapa orang masuk sambil tertawa tawa, suaranya membahana diseantero restoran, mengusik sedikit ketenanganku. Aku berhenti sambil menengok kearah mereka. Salah satu dari  mereka tersenyum kepadaku. Aku membalas senyuman mereka, mungkin mereka merasa bersalah telah membuat gaduh restoran.     Aku kembali ketempat dudukku. Menikmati salad yang baru saja aku ambil. Sambil mataku memandang kearah laptopku. Membuka Face Book, menuliskan status, dan sesekali memberi komentar pada  beberapa status teman temanku. Seorang laki laki memandangku dan mata kami bertemu. Aku memalingkan muka tersipu. “ Cakep juga, sudah punya pacar apa belum ya?”  Batinku. Pasti sedang menunggu seseorang!. Terlihat masih muda. Usianya paling banyak 30 tahunan. Laki laki itu sedang asyik memainkan hand phonenya, sesekali ia menelpon seseorang. Lalu kembali tangannya sibuk memainkan hand phonenya, dilihat dari bentuknya sich sepertinya hand phone  blackberry.  Aku kembali mengetik. Tulisanku yang bernada   “Ibu aku merindukanmu”, segera aku hapus. Aku ganti dengan mengetikkan “ Engkau yang mengerti isi langit dan bumi, semoga laki laki yang duduk sendirian itu adalah jodohku.” Diam diam aku tersenyum, rasanya ingin sedikit kupaksa Tuhan untuk menjodohkan aku dengannya. Mungkin ini bisa dinamakan dengan cinta pada pandangan pertama. Hm …… tak pernah kubayangkan!!
            Laki laki itu  kembali memandangku. Sekali lagi mata kami bertemu. Ia tersenyum. Aku membalas senyumnya.             Jarak kami cuma sepelintasan jalan. Mejanya bersebrangan dengan mejaku.  Ia berhenti memainkan blackberrynya.                Kini mengeluarkan sebuah buku dan membacanya. Aku langsung bisa menebak buku yang sekarang ada ditangannya.                Buku itu sangat familiar. Pada cover depannya tertulis                 “ The Purpose Driven Life”. Ia membalik balik buku tersebut dan kembali membacanya.  Karena aku memperhatikan caranya membaca,  aku melihat jari-jarinya yang serasi dengan lengan, tubuh dan wajahnya. Ia memang lumayan tampan. Wajahnya begitu teduh dan lembut. Aku tak begitu yakin, apakah ia masih single. Melihat postur tubuhnya, wajahnya, aku yakin ia pasti telah memiliki istri, setidaknya seorang pacarlah. Kalaupun sekarang sedang sendirian disebuah restoran, pasti ia sedang menunggu seseorang dan seseorang itu pasti istimewa.
            Setengah jam telah berlalu. Laki laki itu masih sendirian, tak terlihat tanda tanda ia akan bertemu seseorang. Aku sedikit bernafas lega. Kelihatannya ia memang sendirian menikmati sore yang indah ini.  Ia masih asyik pada buku yang ada ditangannya. Sebenarnya aku merasa agak aneh juga. Ditengah lalu lalang orang yang makan di Sizzler, ada seseorang yang datang ketempat ini sekedar membaca buku. Tapi bukankah aku sendiri juga aneh, datang ke Sizzler hanya untuk memainkan Facebok dan mengetik sesuatu yang mungkin aja tiba tiba ada dalam otakku.  Aku mulai mengetik lagi.  "Tuhan aku mau dia. Jodohkan aku dengannya.” Aku berhenti mengetik. Kembali aku melihat kearah meja laki laki yang telah menarik hatiku itu.            “ Ke mana dia? Bukunya masih ada di sana. Mungkin dia  lagi ke toilet.” Hibur hatiku.
            Aku bangkit dan berjalan melewati mejanya. Mengambil beberapa kue kue kecil yang tersedia di Sizzler.  Kembali ke mejaku lagi, aku melihat buku yang dibacanya. Tidak salah              “ The purpose Driven Life.” “Hm…. Boleh juga bacaannya.”  Tak lama kemudian ia datang. Langkahnya tegap dan nampak berwibawa.   Ia memakai  celana jeans biru dan  kaos oblong  warna putih yang pas dengan tubuhnya. Kelihatan lebih tampan dibandingkan saat dia hanya duduk tadi. Tubuhnya kelihatan atletis. Ia pasti sangat suka berolah raga. Aku mulai menganalisa penampilannya. Rambutnya tersisir rapi. Kini ia  lewat persis di depanku. Aku mencium aroma parfum yang lembut.                       Aku mengangguk sambil tersenyum kepadanya dan dia membalas senyumanku. Ia berjalan ke kasir. Apakah akan membayar dan pergi? “ Oh Tidak, Tuhan jangan biarkan ia pergi!” teriak kecilku kepada Tuhan. Ternyata aku salah.  Rupanya ia memesan sesuatu. Kasir itu mengangguk, tersenyum dengan ramah.. Sekali lagi ia berjalan di depanku.
"Hai, sedang menulis apa?" Ia bertanya sambil tersenyum. Aku seperti tak percaya pada pendengaranku sendiri.  
   “Ya Tuhan ia menegurku!”
"Hm……menulis apa aja”  jawabku dengan senyuman yang kubuat semenarik mungkin. Begitulah strategiku ketika berhadapan dengan mahluk setampan yang ada didepanku ini.
“ Aku pikir tadi kamu sudah mau pulang.” Aku mulai mengeluarkan jurusku yang lain, membuat pembicaraan sepanjang mungkin, agar mahluk tampan ini bisa betah berlama lama denganku.
“ Belum. Aku masih senang di sini."
 "Suka membaca ya?"
"Suka juga. Kamu sendiri lagi mengetik apa?"
"Aku? Aku mengetik isi hatiku."
"Hm…..kelihatannya romantis. Kamu kuliah Sastra ya?"
"Begitulah."
Seorang pelayan datang sambil membawa nampan. 
"Maaf Pak," katanya,
"Apakah minumannya diletakkan di meja Bapak?"
Laki laki itu  mau menjawab. Tapi aku segera berkata.
"Bagaimana kalau bergabung di mejaku?”
Aku yang biasanya pemalu, agak sedikit agresif juga.                    Ia tersenyum. Hm….. senyumnya manis sekali, lesung pipitnya yang hanya terpasang pada satu pipi sebelah kiri itu, rasanya pas sekali tertempel disana. Dan dari senyumnya itu seperti keluar berbagai jenis bunga. Persis iklan odol jaman dulu.
 "Di sini saja!"  Pintaku kepada pelayan yang membawakan pesanan laki laki itu.
Ia berjalan ke mejanya, mengambil barang-barangnya dan berjalan ke mejaku. Pelayan meletakkan minuman. Segelas lemon tea. Sama dengan minuman kesukaanku.
"Suka lemon tea juga?” 
”Favorit” jawabnya singkat
Hatiku bersorak kegirangan, demi mendengar minuman favoritnya sama dengan minuman kesukaanku juga.
"Hah….. yang benar?"
“Yach …… begitulah!”
“ Oh God …..!”  Diam diam aku mengetikkan sebuah kalimat “ Terimakasih Tuhan, apakah ini pertanda KAU jodohkan aku dengannya?”
"Asli Jakarta? “ Ia memulai percakapannya denganku
“Bukan! Aku dari Tulungagung.”
"Oh. Tulungagung?" Ia seperti terkejut mendengar asal usulku
"Ya. Tulungagung."
"Oh, kukira kamu asli Jakarta"
"Yach …. Ngomongnya medok begini! Gimana sich …..Masak elo kagak ngerti!" Aku sengaja mengajaknya bercanda. Ia tertawa. Matanya indah. Tatapannya tajam menghujam.
“Kamu sendiri dari mana?” aku balik bertanya
Surabaya.”
“Oh ya? Wah aku ketemu temannya bonek dong! Ia tertawa menanggapi perkataanku.
“Dulu aku juga kuliah di Surabaya lho!”
“O ya, wah pertemuan tak terduga nich! Aku belum tahu namamu. Aku Fabian, panggil aja Bian!."                   
Ia mengulurkan tangannya. Aku membalas jabatannya sambil memberikan senyum termanisku.
"Nama yang bagus. Aku Puspa."
"Aku suka namamu. Nama yang indah seperti nama bunga."
"Oh ya, thank you!"
            Senja mulai merapat menjadi malam. Lampu-lampu mulai dinyalakan. Dua meja dari sebrang kami, duduk lima orang anak ABG. Mereka bercakap cakap dengan gembira. Sesekali tawa mereka meledak. Begitulah anak anak ABG selalu memiliki segudang keceriaan, seolah hidup ini memang tanpa beban. Persis di depan mereka , seorang wanita kira kira berusia 20 tahunan sedang duduk melamun. Tangannya memilin milin tissue, sampai tissue tersebut sedikit berserakan dimeja. Wajahnya  nampak sedikit resah.  Kemudian masuklah seorang lelaki dan menghampiri meja perempuan tersebut.  Seorang pelayan mendekat, menyodorkan menu. Lelaki itu sama sekali tak peduli. Perempuan itu menyebutkan sesuatu. Pelayan pergi. Tak lama kemudian lelaki itu bangkit, dan sambil menunjuk  nunjuk, berteriak kepada perempuan itu.
“Kelihatannya mereka sedang berpacaran.”
Aku mengarahkan mataku pada pemandangan yang ada disebrang meja kami.
"Sang cewek lagi ngambek tuh! Pertengkaran sudah dimulai!"  sambut Fabian, cowok yang baru saja aku kenal itu.
"Benar. Tapi untuk apa ? Hidup seharusnya dibuat lebih gembira!"
"Aku setuju! Tapi yach …. begitulah hidup.  Kamu sendiri, pernah jugakan bertengkar dengan pacarmu?"
"Aku? Oh, aku lagi jomblo …. Man!"
"Nggak punya pacar! Ah nggak mungkin! Masak wanita secantik kamu ini, nggak punya pacar sich!”
“Hm….. enggak!” Aku mengangkat bahuku sambil menggeleng meyakinkan pernyataanku.  Dalam hati aku berkata                              “ Gombal juga nih cowok!” Tapi kata katanya barusan sempat membuat hatiku berdebar debar “ Wanita secantik kamu ……….. Wow!” Kemudian aku langsung mengetik sesuatu
“ Tuhan semoga ia memujiku dengan tulus!”
“Kamu mengetik apa sich?” ia penasaran
Kan aku sudah bilang tadi, aku sedang mengetik isi hatiku!”
“Jadi semua hatimu bisa dilihat  dilaptop dong!”
Kami berdua tertawa berderai derai menikmati kebersamaan ini. Kelihatannya ia mulai nyaman berada didekatku.
“Kamu biasa datang kesini ya?”
“Iya”
“Hanya untuk menulis?”
“Nggak juga sich! Kadang sekedar menikmati makanan atau yach melamunkan sesuatu! Kamu sendiri?”
“Aku? Ini baru pertama kali aku ke Sizzler Artha Gading, aku tinggal di Jakarta barat”
“Kok bisa nyasar kesini?”
“ Karena aku lihat kamu tadi! Ada wanita cantik sedang duduk sendirian, jadi aku ingin menemaninya. ”
“Ah … gombal deh!”  Aku jadi salah tingkah menghadapi sedikit sikap nakalnya itu. Kali ini dia berbicara sambil menatap mataku tajam. Aku benar benar dibuatnya tak mampu bersikap dengan wajar. Dan itulah kelemahanku, selalu saja tak berdaya berhadapan dengan pria berwajah tampan. Aku hanya bisa memarahi diriku sendiri serta menyesali kelemahanku itu.
“Nggak kok, jadi tadi aku seharusnya bertemu salah satu rekanan kerjaku! Tapi mendadak ia membatalkan janjinya, maka tersesatlah aku disini!”  Ia meralat  penjelasannya. Mungkin ia tak mau terlihat genit didepanku. Padahal aku sudah terlanjur suka dengan peryataan gombalnya tadi.
“Sebentar ya!”  Belum sempat aku bertanya, Ia sudah berdiri dan berjalan menghampiri sebuah meja yang  memajang aneka ice cream. Tak tahu apa yang akan ia ambil. Aku kembali menatap laptopku yang isi tulisannya sama sekali tak ada sambungan ceritanya. Hanya sebuah pernyataan pernyataan singkat yang mengandung isi hatiku saat ini. Aku ketik kembali sebuah tulisan “ Tuhan,  Kau pasti mengerti isi hatiku! Apakah mahluk setampan ini yang Kau kirimkan untukku?” Diam diam aku tersenyum dalam hati, menyadari kekonyolanku. Namun rupanya senyum dihatiku itu tersirat keluar. Karena tiba tiba sebuah teguran menghampiriku.  “Kok sepertinya bahagia begitu!”                Ia datang sambil membawa dua gelas ice  cream. Kaget juga aku dibuatnya. Aku hanya tersenyum malu, seolah menyadari ia bisa menebak isi hatiku.
“ Satu gelas ice cream coklat plus sedikit vanilla, untuk wanita cantik yang baru aku kenal .”
“Thank you.” Aku merasa tersanjung, sepertinya kali ini ia tidak bercanda.
Obrolan demi obrolan mengalir lancar, sambil kami menikmati semua sajian yang ada di Sizzler.  Satu jam telah berlalu sejak pertemuan kami.
“Oh ya kamu tadi bilang dari Tulungagung, sepertinya aku pernah punya beberapa teman yang berasal      dari   sana lho!”
“O ya? Siapa namanya?” Aku antusias demi mengetahui ia mengenal beberapa orang dari kotaku itu.
“Aku lupa, itu sudah lama sekali. Saat  itu aku masih SMP.”
“Tapi mungkin kalau aku lihat wajahnya, aku pasti tahu kalau itu teman aku waktu di gereja Surabaya.”
“Aku mungkin?”
“Ya nggak mungkinlah, kalau kamu pernah aku kenal di Surabaya, pasti tadi aku langsung mengenalinya.”
“Acara apa di gereja Surabaya?” aku balik bertanya
“Acara liburan anak sekolah, yach semacam pemahaman alkitab begitu.”
“GPPS Sawahan!” Aku langsung berteriak
“Kok kamu tahu?”
“Yach….hampir setiap tahun  aku berada disana, setiap kali aku liburan sekolah!”
Seperti menemukan sesuatu yang hilang, kami berdua sangat antusias ketika membahas topik yang mereview masa masa remaja kami itu.
“Tunggu….tunggu!! Fabian seperti berpikir keras mengingat ingat sesuatu yang pernah terjadi dimasa lalu itu.
 Keningnya berkerut, matanya menyipit, aku jadi punya alasan untuk diam diam memperhatikan wajahnya.  Aku mengetik lagi “Ya Tuhan, kutitipkan cintaku kepadaMu, berikanlah kepada laki laki yang ada didepanku ini”.
“Tapi kamu yang mana ya? Ah…aku bener bener nggak ingat lho sama kamu.” Ia seperti menyesali ingatannya yang telah mengabur itu.
“It’s ok, yang penting khan kita sekarang bisa berkenalan.”
“Coba nanti aku lihat album foto yang lama lama dirumah, siapa tahu aku menemukanmu”  Ia nampak tak putus asa berusaha menemukan potongan potongan ingatan yang telah terlupa itu. Aku sendiri tak terlalu peduli, apakah ia temanku dimasa lalu atau bukan, yang jelas aku telah tertarik dengannya.
            Baru beberapa saat kita berkenalan, rasanya kita  sudah seperti sahabat yang akrab saja. Dia benar benar pria yang hangat, menarik dan bisa menghidupkan suasana. Akupun tak merasa ragu lagi untuk berkenalan lebih lanjut dengannya. Sambil menikmati pudding caramel kesukaanku, akupun
memutar otak, bagaimana caranya pertemuan hari ini bisa berlanjut kepertemuan pertemuan selanjutnya. Aku ingin terlebih dahulu meminta nomor telponnya , tapi aku malu. Aku tak mau terkesan seperti wanita murahan, yang seolah olah gampang jatuh cinta dan  telah terpikat dengannya. Meskipun sebenarnya aku memang telah terlanjur tertarik dengannya.  Kawan! Ini rahasia kita ya, jangan bilang siapa siapa!  Laki laki didepanku ini memang  benar benar telah membuatku jatuh cinta.
            “Oh God!” Tiba tiba aku tersadar, aku belum tahu status laki laki yang telah aku ributkan didalam hatiku ini.  Single, menikah, berpacaran atau apa? Aku menyesal tak langsung bertanya saat ia  bertanya tentang statusku tadi. Harusnya aku balik bertanya. Aku mengetik lagi “ Tuhan bantu aku, kalau memang ia jodohku, biarlah ia mengaku kepadaku, siapa ia sesungguhnya.”
“Boleh tidak aku melihat apa yang sedang kamu ketik dilaptopmu?” Deg! Jantungku berdegup kencang! “Eh jangan!” Aku langsung berteriak kaget sambil berusaha menutupi layar monitor laptopku.
“Kenapa?”
“Itu rahasia hatiku!”
“Terus siapa yang boleh tahu?”
“Yah hanya pacar aku.”
“Tadi ngakunya masih jomblo, hayoo! Ia menggodaku
‘Maksudku nanti calon pacarku!” Aku segera melarat ucapanku
Ia tersenyum demi melihatku yang memang salah tingkah dihadapannya.
“Kamu suka main rahasia juga ya?”
“Harus dong! Setiap orang harus memiliki rahasia hidupnya, kalau tidak! Kita akan telanjang kemana mana.”  Ia tertawa terbahak bahak mendengar ucapku barusan. Selanjutnya tiba tiba ia terdiam sambil memandangku tajam. Ditatap sedemikian itu, aku jadi serba salah.
“Hai …… Kenapa? Ingat pacar?”
Tanpa sadar aku mengeluarkan isi hatiku yang dari tadi aku pendam karena perasaan gengsi. Namun ternyata antara bibir, otak dan hatiku mampu bekerja sama dengan baik. Dan tibalah telingaku dengan seksama yang bertugas mendengarkan.
“Nggaklah! Aku belum punya pacar kok! Hm …. Jomblo juga”
“Kok ngomongnya ragu sich!
Sepertinya jomblo itu sebuah aib ya!.”
“Bukan begitu!”  Ia bisa juga salah tingkah didepanku.
Lewat obrolan itu, akhirnya aku tahu, ia belum memiliki pacar dan sedang tidak terikat hubungan dengan siapapun.                       Aku mengetik lagi “Terimakasih  ya Tuhan, Selanjutnya terjadilah menurut kehendakMU.”   Jika hidup ini ibarat sekotak coklat , aku pasti tak akan sesegera menghabiskannya. Bagiku tidak ada cerita yang lebih indah dan membahagiakan saat aku bertemu dengannya. Bertemu seorang laki laki yang telah Tuhan kirimkan untukku secara tiba tiba. Ini adalah pertemuan tak terduga. Tanpa firasat, tanpa pemberitahuan. 
            Kemudian tibalah saat yang menyedihkan. Acara pertemuan berakhir dan aku harus berpisah dengannya. Kami saling mengucap salam perpisahan.  Tak lupa pula kami juga saling bertukar identitas.
“Ok …..sepertinya sudah terlalu lama kita disini!” Fabian mulai berdiri dan membereskan semua barangnya.
“Nggak nunggu diusir nih !” candaku.
 Ia tersenyum menanggapi ucapku.
“Sampai bertemu Puspa, nice to met you!”
“Met too!” Jawabku singkat. Hatiku benar benar tak rela, ia beranjak dari hadapanku.  Mengiringi langkahnya pergi dari pandangan mataku, kembali aku mengetik dengan perasaan yakinku  “ Ibu aku merindukanmu, hari ini aku telah berkenalan dengan calon menantumu.”  Itulah tulisan terakhir yang aku tulis, sebelum aku berkemas untuk meninggalkan Sizzler.
             Begitulah kawan, jodoh itu adalah misteri Tuhan.  Aku sama sekali tak pernah berpikir ataupun merencanakan akan bertemu dengan Fabian ditempat ini. Tapi Tuhan telah mempertemukan kami dengan caranya yang ajaib.  Seperti mimpi yang menjadi kenyataan, tiba tiba hand phoneku berbunyi. Sebuah sms menuliskan “ Thanks for today! Maukah wanita cantik yang membaca sms ini, menjalin hubungan lebih lanjut denganku?” . Tanpa berpikir lagi aku langsung menjawab sms yang telah mampu memporak porandakan hatiku karena gembira itu “Maaaaaaaaaaauuu!”




Kunantikan janji Allah digenapi dalamku
Ku harapkan sesuatu terjadi dalam hidupku
Aku tahu DIA kerjakan seturut FirmanNYA
Aku yakin Dia sediakan seturut kasihNYA

Jakarta, 13 Mei 2010. Allah adalah mak comblang yang terbaik untuk urusan cinta kita, jadi percayakan saja jodoh kita kepadaNYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar