Jumat, 05 November 2010

ISTANA BUAT CEMARA


Ara tak pernah tahu ia terlahir dimana?   Lahir dari rahim siapa? Dan bagian dari keluarga siapa ? Yang ia tahu sekarang ia berada disebuah panti asuhan. Bibirnya memang tak pernah lepas dari senyuman.  Ia gadis kecil yang ceria. Selalu menghibur anak anak yang ada di panti. Bagi mereka, Ara adalah obat pelipur lara. Selain hatinya yang baik, ia juga suka menolong. Tapi akhir akhir ini matanya selalu  berkaca-kaca. Pikirannya yang gelisah tak pernah berhenti bertanya. Adakah  setiap manusia hidup itu memiliki keluarga? Ada ayah, ada ibu dan ada anak.  Bukankah semua manusia dibumi ini seperti itu ? Bukankah ia berbeda dengan bunga ataupun tumbuhan apa saja? Yang bisa tumbuh dimana saja. Semua pertanyaan itu tak pernah ada jawabnya. Ia tak mengerti, mengapa hanya kesunyian yang setia menemaninya.
            Ia pernah bertanya kepada penjaga panti yang biasa dipanggil bunda oleh anak anak. Namun  bunda penjaga panti itu selalu tenggelam dengan kesibukannya diantara untaian doa yang ia rangkai bersama setiap harapan untuk anak anak panti.  Tinggalah Ara yang bermain sendiri diantara manik manik air matanya yang sering berderai lepas di atas pipinya.  Segudang pertanyaan selalu bercokol dalam benaknya.
"Kenapa hanya aku yang tak punya keluarga? "      
Si Ara kecil bertanya.
"Kau punya kami, kami semua disini sangat menyayangimu Ara” kata wanita yang mengaku bunda kepada setiap anak anak dipanti itu, sambil menghapus butiran tangis yang meleleh di kedua pipinya. Sore itu kebetulan Bunda sengaja menyempatkan diri menemani Ara.
"Kapan Ayah dan Ibu  akan mengunjungiku?"
"Kelak, kalau kamu sudah tumbuh jadi gadis dewasa."
"Tapi aku mau sekarang, seperti anak anak yang lain." Bunda penjaga panti itu memeluknya lebih erat lagi sambil membelai rambutya.  Kini Ara pun tersenyum, sambil membalas pelukan bunda dengan erat.
"Lihat, kamu lebih cantik dibandingkan anak anak yang lain."    Ara tersipu, merona.
“Kenapa aku juga tak punya rumah seperti anak anak yang lain Bunda?”
“Ini rumahmu Ara, semua disini adalah keluargamu!”
“Kenapa begitu banyak anak anak Bunda?”  Tanya Ara polos
“Bukankah dirumah keluarga  lain hanya tinggal dengan sedikit orang?” Ara tak langsung terima dengan jawaban Bunda.
” Kamu tidak perlu takut! Juga kuatir Ara, Tuhan sudah menyediakan rumah yang indah buat kita.” 
“Dimana itu?”
“Apa boleh aku tinggal disana sekarang?”
Bunda hanya memandang sedih, tanpa menjawab pertanyaan Ara. Ara semakin  menelungkupkan wajahnya dalam pelukan sang Bunda.
"Nah, hari sudah mulai gelap. Sekarang tidurlah, Ara. Bunda ingin mendengar doa doamu kepada Tuhan.”  Bunda mengantar Ara ke tempat tidurnya. Sebelum meninggalkan Ara, ditungguinya Ara berdoa. Didengarnya  doa-doa Ara yang mulai merayapi udara.  
 “Tuhan yang baik, kirimkanlah ayah dan ibu ke bumi untuk menemaniku.
 Ara ingin punya rumah seperti teman teman Ara yang lain.   Sebuah istana yang indah, yang penuh dengan warna warni bunga,  dikunjungi banyak sekali kupu kupu. Tuhan  yang penuh kasih, kirimkan selalu sayangMu kepada Bunda, agar Bunda juga memberikan sayang yang Kau berikan untuk kami semua, anak anak dipanti. Tuhan…… apa boleh aku meminta? Ijinkan aku sebentar saja untuk pergi ke surgaMu, bunda bilang “Disurga itu hanya ada kebahagiaan”. Ara mau pergi kesana Tuhan…….agar Ara bisa bahagia……………
Ara belum mengakhiri doanya, tapi air mata Bunda sudah mengalir tanpa bisa dibendung lagi. Penjaga panti yang hampir dimakan usia itu memang berhati lembut. Selalu saja ia menangis setiap  kali melihat sikecil Ara.  Diam diam ditinggalkannya Ara sendirian didalam kamar. Ia tak mau Ara melihatnya menangis.        Malam itu, sang perajut mimpi datang dalam  kelelapan tidur Ara. Dibawanya Ara mengembara disebuah istana yang sangat indah. Begitu banyak bunga berwarna warni dihalamannya, juga begitu banyak kupu kupu yang berterbangan mengelilinginya.  Sama dengan yang Ara minta dalam setiap doa doanya. Ara begitu bahagia berada diistana  yang sangat indah itu.                                                                                                        
            Keesokan harinya Ara terbangun dengan senyum mengembang dibibirnya. Hatinya berbunga bunga dipenuhi oleh mimpinya semalam. Jika hidup adalah bentangan cerita, maka bagi Ara tak ada yang lebih membahagiakan selain bermimpi tentang istana yang indah itu. Bercakap cakap dengan bunga dan kupu kupu.  Setiap saat  ia bisa terpana oleh pendaran warna kupu kupu yang bergembira ditaman bunga.  Di istana itu ia merasa terbebas dari  dongeng  tentang kehilangan dan luka yang penuh makna. Tentang petaka, tentang penantian, tentang risau, juga harapan yang  sia-sia.  Meski tanpa ayah , tanpa ibu, ia bisa bernyanyi, menari nari mengelilingi taman bunga.  Mimpi tentang istana  itulah yang memberinya semangat, memberinya harapan  serta tak pernah lelah berdoa kepada Tuhan setiap malam sebelum ia terlena. Agar istana yang indah itu selalu lewat dalam mimpinya.
            Suatu hari, selagi ia asyik bercerita pada Bunda tentang mimpinya, Ara kecil mendadak jatuh pingsan. Bunda kebingungan menjerit jerit memanggil Ara. Anak anak panti serentak datang mengelilingi Ara.  Sebenarnya ini bukan untuk pertama kali Ara pingsan. Namun selalu saja Bunda masih panik melihatnya. Sudah setahun terakhir ini Ara memang menderita penyakit kanker otak. Hanya Bunda penjaga panti yang tahu penyakitnya. Tidak ada yang lain. Bunda sengaja merahasiakannya, supaya semua anak anak dipanti tetap memperlakukan Ara seperti anak anak yang tidak sakit lainnya.
"Apakah Ara sakit parah Bunda?” tanyanya setelah matanya terbuka dan ia terbangun dari kesadarannya.
“Tentu tidak Ara!” Bunda menjawab dengan air mata yang ditahan sambil mendekapnya teramat erat. Ia tak akan pernah menangis didepan Ara. Karena itu hanya membuat  Ara kecil menjadi  rapuh.     
“ Kita akan selalu mendoakanmu Ara!” Bunda terus mengelus kepala Ara. Baginya Ara adalah gadis kecil yang sangat istimewa. Ara membawa kesegaran dalam jiwanya yang sepi. Tuhan telah mengirimkannya kepanti untuk memberi keceriaan. Meskipun akhir akhir ini keceriaan itu telah dirampas oleh sakit yang diderita Ara. Penyakit mengerikan bernama kanker otak.
            Meskipun merasa sakit, tapi Ara tak sempat bersedih terlalu lama. Mimpi tentang istana indah itu telah membuatnya lupa tentang kerinduanya  terhadap ayah dan ibunya. Juga penyakit kanker otak yang dideritanya. Sementara bunda penjaga panti  memang tidak lagi berurai air mata, tapi lidahnya tak pernah pula tersentuh kata.
Namun kesunyian begitu penuh mengisi segenap sudut panti asuhan. Ara yang ceria memang tak lagi bisa seceria dulu. Sakit itu sedikit merampas kegembiraannya. Beruntunglah Bunda tak pernah kehabisan cerita. Setiap saat,  Bunda selalu memberinya cerita tentang sebuah istana indah yang nun jauh disana. Istana tanpa kesedihan. Istana yang hanya ada kegembiraan didalamnya. Dan itulah mengapa Ara selalu ingin menghambur dan bermanja manja dalam pelukkan Bunda.   Ia hanya akan melepas pelukkan Bunda, bila siang telah dimangsa  oleh  kegelapan.
            Ya, meski sering merasakan sakit,  bibir Ara masih selalu tersenyum. Karena ia tahu, Bunda akan lebih banyak menyuruhnya berbaring ditempat tidur. Itu artinya ia akan tertidur dan sering mendapat mimpi tentang istana indah itu. Diam diam disimpanya rencana mulia itu dalam hatinya. Tidur berarti akan bermimpi. Begitulah kira kira isi kepalanya.                "Ara akan meminta kepada Tuhan supaya setiap malam              Ara selalu dikirimi mimpi tentang istana indah itu”. 
            Malam itu Bunda sengaja menemani Ara. Perempuan itu merasa saatnya  akan segera tiba. Sebenarnya ia tak ingin mendahului Sang Pencipta. Namun ia melihat Ara sudah             terlalu lelah.   Sambil  memangku  Ara,  perempuan  itu  bercerita
tentang  langit dan juga menyebut-nyebut surga.  “ Tempat itu sangat indah sayang, tak ada sakit dan juga kesedihan”.                Ara memandangnya dengan tersenyum tipis. Suaranya sudah sangat lemah.
"Apa ayahku, juga ibuku ada di sana Bunda?"
"Benar," jawabnya.
"Di mana?"
"Di sana, diatas sana." Bunda menjawab sambil menunjukkan telunjuknya keatas. 
"Apa kita bisa ke sana?" Tanya Ara tak sabar.
"Kelak kita akan ke sana. Tapi, ada syaratnya."
"Apa syaratnya Bunda?" Ara mulai terlihat lebih semangat.
"Selain mengenal Yesus, kau harus terlebih dulu membuat banyak kebaikan. Kalau tidak, kau tidak akan bisa sampai ke tempat ayah dan ibumu. Karena kau akan tersesat." Bunda sengaja berbicara dengan bahasa yang mudah biar si kecil Ara bisa mengerti.
"Kalau begitu aku bisa kesana Bunda! Setiap minggu, aku pergi kesekolah minggu. Aku pernah menolong si manis, waktu  kucing itu  terperosok kedalam lubang. Aku juga pernah membantu Bunda mencuci piring. Terus waktu Bunda pergi aku pernah membantu menjaga kamar Bunda, agar anak anak tidak masuk dan mengacak acak kamar Bunda.” Ara berbicara dengan berapi api
"Benarkah?"
Ara mengangguk. Bunda memeluknya tanpa ragu-ragu. Suasana begitu hening mengurung  mereka  berdua. Ara menyandarkan kepalanya lebih dalam kepelukkan Bunda. “Kau pasti akan kesana Cemara! Tuhan begitu baik dan sayang kepadamu.”
            Nafas Ara mulai terpatah-patah. Ia merasa sangat lelah. Seperti layaknya seseorang yang sedang menunggu masa tutup usia. Berjalan dalam khayalnya, padahal  yang sesungguhnya kedua kakinya tak pernah melangkah kemana pun. Ara seperti terbang kesana kemari.  Pada bibirnya tersungging sebuah senyum yang indah. Bunda memeluknya dengan air mata melimpah.   Ada sesuatu yang hilang dari hatinya.  Ya, Ara telah pergi ke istana impiannya. Istana itu kini telah nyata, karena Tuhan telah mengirimkan berjuta malaikatNya untuk menjemput Ara.
                                                                       
            Kini Ara telah menemukan istananya. Ia telah melupakan kerinduannya terhadap ayah dan ibunya. Ia telah pula melupakan sakitnya. Sang penguasa bumi itu  nyatanya sangat menyayanginya, hingga dibawanya Ara ke istana indahNya. Sekarang Ara tak perlu bertanya lagi “Kenapa aku tak seperti anak anak yang lain, yang  memiliki ayah dan ibu. Kenapa aku tak memiliki rumah?”  Karena didalam istana itu semua telah tersedia. 
Yah…….. istana itu adalah rumah Tuhan, tempat yang selalu ada suka cita dan damai didalamnya.  Tak ada kesedihan juga petaka, apalagi rasa sakit.  Itulah Istana buat Cemara, gadis kecil yang hanya diberi batas usia ditahun ketujuh oleh Tuhan. 

Ara tak pernah meminta untuk terlahir
Tapi Tuhan sengaja menciptakannya                                    
Agar bisa memberi cahaya terang
Meski hanya sebentar



Keceriaan Cemara
Ketulusan hatinya
Telah membawa kebahagiaan
Bagi semua yang ada disekitarnya

Jakarta, 14 Desember 2009




Tidak ada komentar:

Posting Komentar