Dari mana aku harus memulai ceritanya? Barangkali lebih mudah memulainya dengan sebuah pertanyaan seperti ini. Pernahkah kau merasakan sesuatu yang biasa hadir mengisi hari-harimu, tiba-tiba lenyap begitu saja? Hari-harimu pasti akan berubah menjadi pucat pasi dan tanpa gairah. Saat kau hendak mengembalikan sesuatu yang hilang itu dalam hidupmu dengan sekuat tenaga , kau seperti menggarami lautan saja, sia sia dan tanpa makna. Semua sudah terlambat, yang hilang tentu sulit untuk bisa dikembalikan. Kau hanya bisa mengenangnya dalam hidupmu, tak peduli itu menyakitkan ataupun membahagiakanmu. Aku pernah merasakannya teman! Itu terjadi saat laki laki yang paling aku cintai meninggalkanku begitu saja. Sejak itu hidupku menjadi tak berwarna lagi. Aku merasa menjadi orang yang paling malang dibumi ini. Semua yang aku lakukan seolah tanpa makna, aku frustasi, lelah dan tak berdaya. Sampai …… aku menemukannya. Ia adalah temanku. Namanya Elena. Aku ingin bercerita, bukan berarti aku ingin mengexspose hidupnya. Tapi aku hanya ingin kalian tahu, ternyata ada perempuan yang memiliki hati setegar itu.
Disaat aku merasa telah kehilangan segalanya dalam hidup ini, Tuhan pertemukan aku dengan Elena. Ia adalah teman yang aku kenal lewat perusahaanku diGresik. Selama ini kita hanya berhubungan lewat telepon. Namun ketika aku pindah ke Jakarta , maka jalinan pertemanan itu berlanjut. Ia adalah perempuan yang sangat ceria, pintar dan baik hatinya. Aku merasa gembira bisa bersahabat dekat dengan Elena. Ia sudah berkeluarga dan memiliki tiga orang anak. Sekilas aku melihat, keluarganya pasti harmonis, karena akupun telah mengenal suaminya. Suaminya adalah sosok laki laki yang menyenangkan. Berbicara dengan suaminya, seolah kami tak pernah kehabisan bahan cerita. Aku bahkan sempat berpikir “ Betapa beruntungnya menjadi Elena, lengkap sudah hidupnya sebagai seorang perempuan! Memiliki suami yang menyenangkan serta anak anak yang lucu. Benar benar anugerah Tuhan yang luar biasa”. Elena selalu bilang , Tuhan itu sangat baik dalam hidupnya, Tuhan selalu menjaga kehidupannya. Semua yang ia miliki adalah berkat pemberian Tuhan. Ah …. …. Aku jadi malu melihat ketegaran imannya. Tak sebanding dengan aku yang begitu mudah kecewa dan putus asa. Melihat kehidupannya, aku langsung memiliki alasan untuk tetap berteman dengannya.
Seiring waktu berjalan, aku semakin mengenal sosok Elena. Wajahnya yang manis terlihat awet muda saat senyum tak pernah lepas menghiasi wajahnya. Namun aku merasa tercengang ketika tahu bahwa kehidupan pernikahannya tak begitu mulus. Bahkan bisa dibilang hancur berantakan. Suaminya yang telah aku anggap sebagai pribadi yang menyenangkan itu ternyata tega berkhianat. Ia memiliki wanita lain. Ia sengaja berbagi hati dengan perempuan lain yang menjadi sekretarisnya dikantor. Sejak saat itu suaminyapun jarang pulang dan keluarga mereka jarang kulihat bersama seperti dulu lagi. Suaminya lebih sibuk dengan perempuan selingkuhannya. Mata hatinya telah tertutup untuk mengurusi cinta terlarangnya. Suaminya melupakan Elena dan ketiga anaknya. Sejenak Elena memang sempat terpuruk dan hancur. Ia tak menyangka bahwa ternyata kesetiaan suaminyapun mampu terkoyak. Namun itu tak berlangsung lama. Ia tahu ini adalah ujian yang diberikan Tuhan untuk keluarganya. Iapun tak mau meratapi nasibnya ataupun menyesali kenapa suaminya tega berbuat seperti itu kepada dirinya.
Elena terus berjuang bangkit melawan rasa sakit yang mengiris iris hatinya. Ia sadar bahwa ia tak boleh menjadi lemah akibat ulah suaminya. Masih ada ketiga anaknya yang memerlukan perhatian khusus dari keberadaannya. Anaknya masih kecil kecil. Kasihan mereka kalau dirinya terus terpuruk dalam kesedihan yang mendalam. Semua telah terjadi, ia harus berbesar hati menghadapi penghianatan suaminya. Iapun sengaja menyibukkan diri agar tak ingat lagi akan sakit hatinya terhadap kelakuan suaminya. Ketika suaminya meminta untuk bercerai dengannya, iapun menolak, ia beralasan tak mau menghianati prinsipnya “ Apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan, tak ada seorangpun yang mampu memisahkannya”. Ia yakin pada saatnya nanti Tuhan pasti akan memulihkan keluarganya. Ia biarkan suaminya memilih jalan hidupnya sendiri. Ia biarkan suaminya pergi bersama perempuan selingkuhannya. Dan ia tetap tekun pada doanya, bahwa suatu hari nanti Tuhan akan mengembalikan suaminya.
Seiring berlalunya waktu, saat Elena jauh lebih tegar menghadapi hari hari tanpa kehadiran suaminya. Tiba tiba ia mendengar suaminya telah menikahi wanita selingkuhannya itu. Mereka menikah digereja. Pihak gereja sama sekali tak tahu bahwa pernikahan tersebut terlarang, karena status salah satu mempelainya masih terikat perkawinan dengan pihak lain. Ternyata suaminya nekat dengan memberikan surat surat palsu kepada pihak gereja. Sehingga perkawinan terlarang itu terlaksana. Saat mendengar itu, emosi Elenapun kembali memuncak. Namun ia sama sekali tak mau mengeluarkan sumpah serapah kepada suaminya. Ia memang menangis, ia tak menyangka suaminya berani melangkah sejauh itu. Elena mengajakku untuk mencari tahu kebenaran berita itu. Bukan untuk melabrak ataupun mencaci suaminya, tapi ia hanya ingin mempertahankan status anak anaknya bila anaknya kelak dewasa nanti. Aku sendiri sudah merasa geram dan tak tahan melihat perbuatan suaminya itu. Namun Elena tetap tegar, ia tetap sabar menghadapi suaminya. Aku tercengang melihatnya bertanya dengan nada yang tenang kepada suaminya “Apa benar kamu sudah menikahi perempuan itu Bram? Aku berharap kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan. Tolong jaga perasaan anak anak Bram. Tuhan tidak tidur Bram, ingat itu!” Suaminya tak sedikitpun goyah atas sikap Elena yang sama sekali tak emosi menghadapinya. Bahkan suaminya menganggap Elena mau menerima perempuan selingkuhannya itu menjadi istri kedua. “ Jangan kau bawa anak anak dalam urusan kita!” begitulah suaminya menjawab Elena dengan nada yang kasar. Elena tetap bersabar. Mengapa ada perempuan sekuat Elena ya? Sebenarnya terbuat dari apa hati Elena itu. Besi atau bajakah? Hingga bisa sekuat itu menghadapi goncangan rumah tangganya. Aku merasa ini bukan masalah kecil dan bisa dianggap enteng. Bagiku persoalan Elena bagai badai yang maha dasyat. Mungkin kalau menerpa perempuan lain, maka aku tak yakin perempuan itu akan sekuat Elena.
Suaminya menghadiahi perempuan itu dengan sebuah rumah dan sebuah mobil. Saat aku mendengar itu, aku sebagai temannya saja marah. Aku merasa suami Elena sudah keterlaluan. Laki laki itu tidak punya perasaan, dengan geram aku mengeluarkan sumpah serapah terhadap suaminya itu didepan Elena . Namun Elena masih saja mampu menyunggingkan senyuman. Aku terheran heran sendiri melihatnya. Seolah tak pernah terjadi sesuatu yang pahit dalam hidupnya. “Inilah berkat ujian yang Tuhan berikan dalam hidupku Hen! Tuhan tak akan pernah memberi ujian diluar kemampuan kita. Percayalah! Mungkin bebanmu tak akan sama dengan bebanku, tapi Tuhan tahu apa yang terbaik buat kita”. Ck……ck…..ck…ck Ia benar benar wanita berhati setegar baja namun tetap berbalut dengan kasih. Ia bahkan tak pernah membenci perempuan itu. Saat suaminya dengan berani membawa perempuan itu kerumah mereka. Sikap Elenapun tak berubah, ia tetap ramah tanpa menunjukkan sedikitpun kemarahannya didepan perempuan itu. Meskipun aku tahu, hatinya pasti telah hancur berkeping keping.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar